Pages

Jumat, 25 April 2014

Putri Mesir

Mencekam, mengkhawatirkan dan menakutkan itulah yang terasa saat aku di rumah kecilu. Itu semua berawal dari protesku terhadap ketidakadilan yang terjadi disini dan diberlakukannya jam malam kepada semua orang. 2 putraku dan seorang putriku sudah tertidur di kamarnya masing-masing. Aisyah, putriku yang pertama sangat berbeda dengan adik-adiknya. Dia sangat cerdas, dan sangat taat kepada agama, ditambah lagi wajahnya yang cantik seperti uminya. Malam sudah larut, aku pun bergegas tidur.
“Abi, bangunlah mari kita tahajud.” Kata-kata tersebut membuat diriku terbangun. Saat membuka mataku, aku melihat Aisyah sudah menggunakan mukena. “Iya Putriku” “Alhamdu lillahilladzi ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilahin nusyuur.”kataku dalam hati. Setelah aku wudhu aku langsung mengimami keluargaku untuk shalat malam. Ku tutup shalat malam itu dengan do’a. Dalam do’a itu kuingin semua keluargaku meninggal dalam khusnul khotimah dan ketidakadilan ini segera cepat berlalu dengan kebaikan yang menang. Adzan Shubuh berkumandang, namun adzan itu berlalu begitu cepat. Dzikir terucap oleh seluruh keluargaku setelah shalat.
Matahari mulai menerangi bumi. Suara tembakan pun ikut menyertainya. Tembakan itu berasal dari polisi, ya polisi. Yang seharusnya membawa kedamaian tapi mereka membawa kematian. Sudah banyak temanku dan  teman Hasna, istriku yang sudah syahid. Ini bukan senjata lawan senjata, tetapi senjata melawan keimanan. Aku sekeluarga tak ridho atas semua itu.
Selepas bersiap-siap aku sekeluarga pergi untuk berkumpul bersama dengan yang lain di Tahrir Square. Kami teriakan yel-yel yang berisi membela pemimpin kami yang terdzalimi, terik matahari tak membuat kami menyerah akan tetapi membuat suasana  semakin semangat. Terlihat Aisyah sangat bersemangat “Aisyah apakah kamu tidak lelah? Jika lelah pulanglah duluan dengan ibumu” kataku. “Baiklah” jawabnya. Tadinya kupikir dia akan menolak, ternyata tidak. Setelah beberapa lama Aisyah kembali. “Mengapa kau balik lagi?” tanyaku. “Aku tidak lelah, aku hanya mengantar umi yang sudah terlihat sangat lelah.” Jawabnya. Ternyata dia hanya mengantar uminya yang sudah lelah dan dia sendiri tidak lelah. Itulah keistimewaan Aisyah.
Adzan Dzuhur berkumandang, sontak semua yang ada mengehentikan aksinya dan menuju masjid terdekat. Saat takbir pertama suara tembakan terdengar munuju ke arah kami yang sedang sholat. Semakin lama suara tembakan itu semakin banyak ketika rakaat terakhir. Saat sholat selesai aku pun keluar melihat apa yang terjadi dan kulihat jama’ah yang sholat di luar masjid berlarian karena jamaah ada yang terluka. Terdengar teriakan dari salah seorang jama’ah “Biarlah Allah yang menjadi saksi atas perbuatan keji ini!”
Hari semakin sore aku pulang dengan keluargaku. Malam pun datang. Sesudah isya kami langsung istirahat. Saat itu aku bermimpi aku melihat putriku Aisyah memakai gaun pengantin dan dia sangat cantik. “Apakah kau akan menikah malam ini?” tanyaku. “Tidak bukan malam ini tetapi siang nanti” jawabnya. Saat terbangun aku lupa akan mimpi itu. Setelah shubuh diriku ingin sekali memeluk Aisyah, aku tak tahu mengapa perasaan ini muncul tiba-tiba. Perasaan itu juga muncul pada Hasna. Ia ingin selalu berada di sisi Aisyah.
Pagi-pagi sekali aku dijemput oleh para pendemo yang menginap di camp di dekat rumahku. Aku pun pergi bersama kedua anak laki-lakiku. Hasna tak ikut sementara Aisyah akan menyusul. Saat tiba dilokasi kulihat polisi sudah banyak yang berjaga, dan terlihat beberapa di atas gedung. Setelah beberapa lama ku lihat Aisyah sudah ada.

Panas matahari sudah sangat terik, suasana tambah panas ketika polisi mulai menembakan timah panas kearah demonstran. Aku mulai khawatir dengan keluargaku. Aku pun menyuruh Husein menemani uminya di rumah dan Khalid mengantar pulang Aisyah. Terdengar suara tembakan dari atas gedung. Tak lama ada suara pemuda berteriak, “Ada yang syahid!! Ada yang syahid!!” akupun langsung berlari menuju arah suara itu. “Ada apa?”tanyaku penasaran. “Ada seorang gadis yang tertembak” jawabnya. Sontak aku pun teringat oleh Aisyah. Akupun segera kembali ke rumah mengecek keadaan. Ternyata rumahku sudah banyak orang. Segera aku masuk. Dan terlihat jasad seorang gadis. Saat ku dekati. “innalillahi wa innailaihiroji’un” putriku satu-satunya telah menghadap kepada Yang Mengusai alam semesta. Baru kusadari akan mimpi semalam. Semua terjadi begitu cepat. Aisyah telah tiada dalam keadaan menolak ketidakadilan dan kekejaman pemerintah, serta dekat dengan kekuasaan dan aturan Allah. Kusuruh Khalid untuk mengantarmu pulang ke rumah, tetapi belum sempat mengantar kau sudah pulang terlebih dahulu dan takkan kembali. Selamat jalan putriku, sampai jumpa di Surga Firdaus bersama para Nabi dan sahabatnya. 

0 comments:

Posting Komentar

Free Music Sites
Free Music Online

free music at divine-music.info