Mencekam,
mengkhawatirkan dan menakutkan itulah yang terasa saat aku di rumah kecilu. Itu
semua berawal dari protesku terhadap ketidakadilan yang terjadi disini dan
diberlakukannya jam malam kepada semua orang. 2 putraku dan seorang putriku
sudah tertidur di kamarnya masing-masing. Aisyah, putriku yang pertama sangat
berbeda dengan adik-adiknya. Dia sangat cerdas, dan sangat taat kepada agama,
ditambah lagi wajahnya yang cantik seperti uminya. Malam sudah larut, aku pun
bergegas tidur.
“Abi, bangunlah mari
kita tahajud.” Kata-kata tersebut membuat diriku terbangun. Saat membuka
mataku, aku melihat Aisyah sudah menggunakan mukena. “Iya Putriku” “Alhamdu
lillahilladzi ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilahin nusyuur.”kataku dalam
hati. Setelah aku wudhu aku langsung mengimami keluargaku untuk shalat malam.
Ku tutup shalat malam itu dengan do’a. Dalam do’a itu kuingin semua keluargaku
meninggal dalam khusnul khotimah dan ketidakadilan ini segera cepat berlalu
dengan kebaikan yang menang. Adzan Shubuh berkumandang, namun adzan itu berlalu
begitu cepat. Dzikir terucap oleh seluruh keluargaku setelah shalat.